BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Produksi
Dalam
literatur ekonomi Islam berbahasa arab produksi adalah “Intaj” dari kata
Nataja .Dr. Muhammad Rawwas Qalahji juga memberikan padangan kata
“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata “Al-Intaj” yang secara harfiyah
dimaknai dengan Ijadu Sil’atin “mewujudkan atau mengadakan sesuatu” atau
“khidmatu mu’ayyanatin Bi Istikhdami Muzayyajin Min ‘Anashir Al-Intaj
Dhamina Itharu Zamanin Muhaddadin“ pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas”.
“Taqiyuddin
An-Nabhani”, dalam mengantarkan pemahaman tentang ‘produksi’, ia lebih suka
memakai kata istishna’ untuk mengartikan ‘produksi’ dalam bahasa
Arab. An-Nabhani dalam bukunya ‘An-Nidzam Al-Iqtishadi Fi Al-Islam”
memahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan
As-Sunnah. Sebab, Rasulullah SAW pernah membuat cincin. Diriwayatkan
dari Anas yang mengatakan “Nabi SAW telah membuat cincin.” HR.
Imam Bukhari. Dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi SAW telah membuat
cincin yang terbuat dari emas.” HR. Imam Bukhari. Beliau juga pernah
membuat mimbar.
Dari Sahal berkata: “Rasulullah SAW telah mengutus kepada seorang wanita, kata beliau. Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk di atasnya.” HR. Imam Bukhari.
Dari Sahal berkata: “Rasulullah SAW telah mengutus kepada seorang wanita, kata beliau. Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk di atasnya.” HR. Imam Bukhari.
Pada
masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang. Dan beliau pun
mendiamkan aktifitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya
pengakuan “taqrir” beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka . Status taqrir
dan perbuatan Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil
syara’ .Sumber-sumber daya alam yang diciptakan allah sangat penting . Dalam
sistem ekonomi islam kata produksi merupakan salah satu kunci terpenting.
Pentingnya melakukan produksi adalah sebagai berikut:
1. karena produksi menentukan kemakmuran suatu bangsa dan
taraf hidup manusia Al-Qur’an telah meletakkan landasan yang jelas tentang
produksi. Salah satu diantaranya adalah diperintahkannya bekerja keras dalam
mencari kehidupan agar tidak mengalami kegagalan atau tertinggal dalam berjuag
demi kelangsungan hidupnya.
2. Allah telah menganugerahkan alam semesta untuk
kesejahteraan manusia. Sebagai khalifah di Bumi Manusia diberikan kebebasan
dalam mengelola kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk memperbaiki
keadaan ekonomi individu dan masyarakat manusia, dalam mengelola kekayaan telah
diberikan batasan yang jelas dalam nilai-nilai ajaran Islam .Sistem
ekonomi islam menyediakan beberapa landasan teoritis sebagai berikut:
a)
Keadilan ekonomi “Al-‘Adalah
Al-Iqtisadiyah”.
b)
Jaminan sosial "At-Takaful
Ijtima
c)
pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi
produktif secara efisien
d)
Prinsip-Prinsip Produksi
B. Kegiatan Produksi dalam Islam
Pada
prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana
seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu
sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari ”falah”
kebahagiaan demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa
guna falah tersebut. Di bawah ini ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam proses produksi yang dikemukakan oleh Muhammad Al-Mubarak
dalam kitabnya ”Nizam Al-Islami Al-Iqtisadi: “Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah”
dan beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian
secara keseluruhan, antara lain:
1.
Seluruh kegiatan produksi
terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisir faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat untuk mencapai falah, yaitu :
a)
kehidupan,
b)
Harta Kebenaran Ilmu pengetahuan
dan
c)
Kelangsungan keturunan.
d)
Selain itu Islam juga mengajarkan
adanya skala prioritas ”Dharuriyah, Hajjiyah dan Tahsiniyah” dalam pemenuhan
kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku
bagi segala mata rantai dalam produksinya.
2. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas
sekumpulan yang tercela karena bertentangan dengan syari’ah “haram”.
3. Dalam sistem ekonomi islam tidak semua barang dapat
diproduksi atau dikonsumsi. Islam dengan tegas mengklasifikasikan barang-barang
“silah” atau komoditas dalam dua katgori:
a)
Barang-barang yang disebut
Al-Qur’an Thayyibat yaitu barang-barang yang secara hukum halal
dikonsumsi dan diproduksi.
b)
Khabaits adalah barang-barang yang
secara hukum haram dikonsumsi dan diproduksi. Seperti penegasan Al-Qur’an dalam
Surat Al-Araf Ayat 157:
“…..Dan mengahalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan menghalalkan bagi mereka yang buruk…..”
“…..Dan mengahalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan menghalalkan bagi mereka yang buruk…..”
4. kegiatan produksi harus
memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan,dan memenuhi kewajiban zakat,
sedekah, infak dan wakaf.
5. Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan
dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat
dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati
hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya
menyangkut kepentingan para produsen saja, tapi juga masyarakat secara
keseluruhan. Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan
masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan utama
kegiatan ekonomi.
6. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada
kezaliman. Seperti riba dimana kezaliman menjadi illat hokum bagi haramnya
riba. Penegasan Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279, melandasi
pandangan ini:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman,
Maka jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba, Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat dari pengambilan
riba, Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula
dianiaya”. Seperti dijelaskan di atas, kezaliman merupakan illat bagi
haramnya riba, dan riba secara bertahap dapat menghilangkan keadialan ekonomi,
yang merupakan ciri khas ekonomi islam, dan berdampak negative bagi
perekonomian umat. Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnah merumuskan empat kejahatan
ekonomi yang diakibatkan riba yaitu:
a)
Riba dapat mengakibatkan atau
menimbulkan permusuhan antara pelaku ekonomi yang akibatnya mengancam semangat
kerja sama antar mereka.
b)
Riba dapat mengakibatkan milyuner-milyuner
baru tanpa kerja, sebagaimana riba dapat mengakibatkan penumpukkan harta pada
mereka.
c)
Riba adalah senjata penjajah, dari
itu dikatakan: Penjajah berjalan di balik pedagang dan pendeta. Dan kita
sudah merasakan betapa riba menjajah dan memporakporandakan negara kita. Karena
itu islam menganjurkan seseorang meminjamkan harta kepada saudaranya tanpa di
iringi dengan bunga, lalu Allah akan membalas dengan pahala yang banyak.
d)
Madharat atau kerusakan yang diakibatkan kerja ekonomi
ribawi dapat merusak dan merugikan ekonomi pribadi, rumah tangga, perusahaan.
Lebih berbahaya lagi ketika kebijakan pemerintah yang menghandalkan hutang luar
negeri dengan dalil kepentingan rakyat, seperti yang dialami rakyat saat ini.
7. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena
kelangkaan tetapi lebih kompleks,
Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah.
Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah.
8. Segala bentuk penimbunan “Ikhtikar” terhadap barang-barang
kebutuhan bagi masyarakat adalah dilarang sebagai perlindungan syari’ah
terhadap konsumen dari msyarakat. Pelaku penimbunan, menurut Yusuf Kamal
mengurangi tingkat produksi untuk mengusai pasar, sangat tidak menguntungkan
bagi konsumen dan masyarakat karena berkurangnya suplai dan melonjaknya harga
barang. Hal ini menurut qayyim sama dengan kezaliman yang dikutuk Allah.
9. Memelihara lingkungan. Manusia memiliki keunggulan jadi
manusia dibumi ditunjuk sebagai wakil “Khalifah Fil Ardh” tuhan dibumi
bertugas menciptakan kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya, “Imar Al
Ard” yang dalam perspektif ekonomi islam dapat di uraikan sebagai berikut:
Pertama “setiap manusia adalah produsen, untuk menghasilkan barang-barang dan
jasa yang dalam prosesnya bersentuhan langsung dengan bumi sebagai faktor utama
produksi”. Kedua “Bumi selain sebagai faktor produksi, juga berfungsi
mendidik manusia mengingat kebesaran Allah”. Ketiga “sebagai produsen
dalam dalam melakukan produksi tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang
merusak lingkungan hidup”.
Jadi
landasan-landasan moral dalam islam seperti syarat-syarat produksi dalam islam
tidak boleh mengandung Al-khabaits, keji, zalim, dan ihtikar . Dalam hal ini
akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar
efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan
sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.
Kegiatan
produksi dalam perspektif islam bersifat (Alturistik) sehingga produsen
tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Akan tetapi produsen
harus memperhatikan dampak sosial sebagai akaibat atas proses produksi yang
dilakukan, Dan produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana
tujuan ajaran Islam yaitu :
” falah”
didunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai
keadilan dan kebajikan bagi masyarakat.
C. Prinsip pokok produksi yang Islami
Beberapa
prinsip pokok produksi antara lain :
1. Memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan,
2. Memiliki dorongan untuk melayani masyarakat sehingga segala
keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini.
3. Optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan
kedua prinsip di atas.
D. Tujuan-Tujuan Produksi
Beberapa
ahli ekonomi Islam mengungkapkan tujuan-tujuan produksi menurut Islam adalah
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok semua individu dan menjamin seseorang
mempunyai standar hidup manusiawi, terhormat dan sesuai dengan martabat manusia
sebagai khalifah, dan sebagai sarana untuk mencapai tujuanya di hari kiamat
kelak. Menurut M.N Sidiqi dalam perusahaan dan pertumbuhan ekonomi dalam islam
menegaskan beberapa tujuan badan usaha, yaitu:
1.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
individu secara wajar.
2.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
keluarga.
3.
Bekal untuk generasi mendatang.
4.
Merespon kebutuhan produsen secara
pribadi yang memiliki ciri keseimbangan .
5.
Bekal untuk anak cucu.
6.
Bantuan kepada masyarakat atau berinfaq, dalam rangka
beribadah kepada Allah dan Sidiqi mengarahkan upaya untuk mengukuhkan setiap
tujuan produksi ini dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ibnu khaldun dan beberapa ulama’
lain berpendapat, bahwa kebutuhan manusia dapat di golongkan kedalam tiga
kategori, yaitu: dharuriat “primer”, hajiat “skunder”, dan
kamaliat “tersier”.Dalam terminologi islam Dharuriat adalah kebutuhan yang
secara mutlak tidak dapat dihindari, karena merupakan kebutuhan-kebutuhan yang
sangat mendasar, bersifat elastis bagi kehidupan manusia.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan produksi dapat dibagi
dalam dua tujuan utama, yaitu:
1.
Kebutuhan Primer dalam Individu.
Para Fuquhah menetapkan hukum “fardhu‘ain” bagi setiap muslim. Untuk mengetahui
primer bagi seorang muslim. Dapat merunjuk pada beberapa nas Al-Qur’an,
seperti dikemukakan Abdurrahman Al-Maliki.
a)
Al-Baqarah 2: 233.“Dan kewajiban
ayah memberi makan dan kekayaan kepada para ibu dengan ma’ruf.”
b)
An-Nisa’ 4: 5 “Dan berilah mereka belanja dan
Pakaian dari hasil harta itu dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”.
2. Kebutuhan primer bagi seluruh rakyat. Islam menetapkan
bahwa negara berkewajiban menjamin pengaturanya. Al Mawardi dan Abu Ya’la dalam
kitab mereka Al-Ahkam Al-Sultaniyah menyebutkan bahwa khalifah atau kepala
negara berkewajiban membangun proyek-proyek seperti: Jembatan, jalan raya,
irigasi, termasuk juga pengobatan, keamanan, dan pendidikan seperti yang
disabdakan Rasulullah dalam satu hadis:
”Siapa yang ketika memasuki pagi hari mendapat kedaan aman kelompoknya, sehat badanya, memiliki bhan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah dimilikinya”.
”Siapa yang ketika memasuki pagi hari mendapat kedaan aman kelompoknya, sehat badanya, memiliki bhan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah dimilikinya”.
E. Faktor-Faktor Produksi
Dalam
islam modern belum ada kesepakatan pendapat mengenai faktor- faktor produksi .
Karena menurut Abdul Hasan Muhammad Sadeq, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadis
tidak menjekaskan masalah ini secara eksplisit.
Perbedaan
pandangan semakin tajam ketika mereka memperbincangkan modal sebagai faktor
produksi, karena apabila modal mencakup sejumlah alat dan uang maka yang
pertama akan menghasilkan sewa. Oleh karena itu menurut M. A Mannan modal
menduduki tempat yang khusus dalam ekonomi islam sebagai sarana produksi yang
menghasilakan tidak sebagai faktor produksi pokok melainkan melainkan sebagai
perwujudan tanah dan tenaga kerja. Adapun faktor-faktor produksi itu terbagi
atas lima macam, yaitu:
1. Tanah dan segala potensi ekonomi, di anjurkan Al-Qur’an
untuk di olah, dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
2. Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik
melalui produksi.
3. Modal, juga terlibat langsung dengan proses produksi.
Karena pengertian modal mencakup pengertian produktif yang mengahsilakan barang
yang di konsumsi.
4. Manajemen, karena ada tuntutan leadership dalam Islam.
5. Teknologi.
F. Kaidah-Kaidah Produksi
Dalam
ekonomi konvensional, seseorang diberikan hak untuk memproduksi segala sesuatu
yang dapat mengalirkan keuntungan kepadanya, meskipun hal itu kontradiksi
dengan kemaslahatan material dan moral masyarakat.
Adapun
dalam ekonomi islam, seseorang produsen muslim harus komitmen dengan kaidah-kaidah
syari’ah untuk mengatur kegiatan ekonominya. Dimana tujuanya pengaturan ini
adalah untuk keserasian antara kegiatan ekonomi dalam kehidupan untuk
merealisasikan tujuan umum syariah, mewujudkan bentuk-bentuk kemaslahatan, dan
menangkal bentuk-bentuk kerusakan.
Dalam
fiqih ekonomi Umar r.a kaidah produksi yang terpenting adalah Kaidah Syariah
Yang dimaksudkan dalam kaidah syariah disini bukan dari sisi halal dan haram
saja. Akan tetapi mencakup tiga sisi:
1.
Akidah adalah keyakinan seseorang
muslim bahwa aktifitasnya dalam bidang perekonomian merupakan bagian dari
perananya dalam kehidupan.
”kami Telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan”.
2.
Ilmu yakni seorang muslim wajib
mempelajari hukum-hukum syari’ah yang berkaitan aktifitas perekonomianya,
sehingga dia mengetahui apa yang benar dan yang salah di dalamnya. Sepeti
dalam penafsiran firman Allah surat An- Nisa’:4
”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”.
”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan”.
3.
Amal yakni merupakan hasil aplikasi
terhadap sisi aqidah dan sisi ilmiah yang dampak dalam kualitas produksi yang
dihasilkan oleh seseorang muslim dan dilemparkanya ke pasar.
G. Kualitas Produksi
Sesungguhnya
kualitas produksi dalam ekonomi konvensional adalah berkaitan dengan kondisi
permintaan yang di dukung oleh daya beli. Sedangkan dalam ekonomi Islam,
kualitas produksi tunduk terhadap hukum syariah. Oleh karena itu, apa yang
diperoleh syariah baik. Tanggung Jawab Sosial Produksi Ekonomi Islam Terhadap
Masyarakat Dalam tanggung jawab sosial, seseorang (secara moral) harus mampu
mempertanggung-jawabkan perbuatannya terhadap masyarakat apabila melakukan
perbuatan tercela. Tanggung jawab sosial ini diiringi norma-norma sosial,
karenanya rasa malu dalam diri seseorang dapat memperkuat tanggung jawab
sosialnya. Karakteristik tanggung jawab pekerjaan ialah hasil pekerjaan barang
atau jasa perlu dijaga mutunya supaya jangan sampai mengecewakan konsumen.
Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi, perlu peningkatan kualitas pekerjanya
itu sendiri, karena ia merupakan pelaku utama dalam menghasilkan produk
bermutu. Artinya, dalam lapangan pekerjaan, produk barang bermutu dan pekerja
yang memiliki SDM tinggi merupakan hal yang tak dapat dipisahkan. Lebih jauh
lagi, pekerja berkualitas adalah pekerja yang beriman dan bertakwa, berbudi
pekerti luhur, penuh dedikasi dan tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani
serta memiliki keterampilan (skill) dalam bidang garapannya, di samping itu,
dibutuhkan tanggung jawab kuantitas perhitungan angka (accountability), karena
pertanggung-jawaban bukan hanya pada pimpinan tetapi bertanggung-jawab kepada
Tuhan. Manusia harus konsisten untuk melakukan tanggung jawab terhadap sesama
dan lingkungannya (ekologi), karena manusia berada pada dinamika keduanya.
Dunia bisnis hidup di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan bisnis tak bisa lepas
dari kehidupan masyarakat. Seorang pebisnis atau perusahaan memiliki
tanggung-jawab sosial, karena bisnis tidak terbatas sampai menghasilkan barang
atau jasa kepada konsumen dengan harga murah, tapi ada yang berpendapat lain,
yakni dipengaruhi oleh etik, peraturan dan aksi konsumen.
Selain
dengan masyarakat, perusahaan bertanggung-jawab melindungi konsumen melalui
pertimbangan dampak terhadap lingkungan hidup. Hal ini, karena banyak
perusahaan yang sering melakukan tindakan kurang seimbang, karena tidak
memperdulikan lingkungan dengan memproduksi barang tak bermutu, cukup sekali
buang, makanan mengandung beracun, limbah dan lainnya. Kesemuanya itu dapat
membunuh (masyarakat) konsumen secara perlahan-lahan.
Tanggung
jawab sosial dari bisnis ialah pelaksanaan etik bisnis yang mencakup proses
produksi, distribusi barang dan jasa sampai penjagaan kelestarian lingkungan
hidup dari ancaman polusi dan sebagainya. Pelaku usaha atau perusahaan tidak
hanya bertanggung-jawab terhadap pemenuhan kebutuhan sesaat konsumen, tapi
perlu mempertimbangkan jangka panjang kelangsungan hidup manusia dan ekologi
untuk kemaslahatan umum. Pelaku usaha, perusahaan atau badan-badan usaha
komersial lainnya, sudah saatnya memperhatikan hal-hal yang berkaitan keabsahan
transaksinya, karena itu merupakan bentuk tanggung jawab yang mula-mula
diselidiki. Seharusnya, tanggung jawab dalam setiap kegiatan ekonomi muncul
dari kesadaran yang terdapat pada individu maupun dalam penekanan hukum dari
pihak berwenang, seperti melalui perundang-undangan.
Saat
ini, produk-produk tertentu yang dipasarkan ternyata masih banyak yang
mempengaruhi buruknya kondisi lingkungan, baik berupa keruksakan ekologi maupun
kesehatan manusia. Padahal, sebagaimana Alimin dkk. (2004), setiap makhluk hidup
adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Karena itu, perlu pengawasan tehadap
bahaya kerugian yang menimpa pihak masyarkat (konsumen) dan lingkungan
hidup. Berbagai pelanggaran lingkungan, seperti langkanya air bersih
akibat limbah pabrik, makanan beracun dan sebagainya telah menyumbangkan
berbagai penyakit bahkan kematian warga yang mengkonsumsi, Hal itu, merupakan
perbuatan melanggar hukum (i’tida) secara tidak langsung yang harus
dipertanggung-jawabkan pihak pelaku usaha, perusahaan atau badan-badan
komersial.
Setiap
perbuatan berbahaya dalam Islam tidak dibenarkan (ghairu masyru’) dan setiap
perbuatan tidak dibenarkan yang membawa bahaya harus dipertanggung-jawabkan,
baik kerugian bahaya materil atau jiwa sebagai akibat buruk dari produk pelaku
usaha, Tetapi islam melindungi kepentingan si miskin dengan memberikan tanggung
jawab moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin.
Islam
mengakui sistem hak milik pribadi secara terbatas, setiap usaha apa saja yang
mengarah ke penumpukan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir
orang, dikutuk! Al-Qur’an menyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari
rezekinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena kekayaan harus tersebar dengan
baik. Dengan cara ini, Islam menyetujui dua pembentukan modal yang berlawanan
yaitu konsumsi sekarang yang berkurang dan konsumsi mendatang yang bertambah.
Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam
proses produksi. Karena itu tingkat keuntungan pada usaha ekonomi yang khusus
antara lain dapat digunakan sebagai salah satu sarana penentuan modal.
Kelihatannya
tidak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai organisasi dalam
suatu kerangka Islam. Tetapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat
diperhatikan, untuk memahami peranan organisasi dalam ekonomi Islam.
Pertama, dalam ekonomi Islam pada hakikatnya lebih berdasarkan ekuiti
(equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer
cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi
deviden di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra sutau
usaha ekonomi. Kekuatan – kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi
berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudarabah, musyarakah,
dll). Kedua, pengertian keuntungan biasa mempunyai arti
Bab III
Kesimpulan
Islam adalah agama rohmatalilalamin untuk itu produksi adalah suatu
yang sangat penting dalam membantu kebutuhan masyarakat dan juga sebagai
bergeraknya ekonomi dalam suatu Negara dalam islam kegiatan ekonomin produksi
adalah suatu yang sangat mulia,akan tetapi yang di maksud mulia dalam islam
adalah Sesutu yang di produksi haruslah barang yang bagus dalam artian ;halal
,bermanfaat bagi masyarakat dan juga bisa membantu pertumbuhan ekonomi dalam
suatu Negara.
Menjadi produsen adalah pekerjaan yang sangat mulia “fallah” adalah
tujuan utama entrepreneur muslim ,didalam memproduksi suatu barang tentunya
harus di landasi akhlaq dan budi pekerti yang baik ,agar tahu bahwa sannya
kegiatan produksi di samping untuk mendapatkan profit perusahaan akan tetapi
yang paling penting bisa menyerap tenaga kerja yang sebanyak –banyaknya dan
dapat membantu kebutuhan masyarakat.
Datar pustaka
http://syariah-staisbs.pun.bz/konsep-produksi-dalam-islam-etika-bisnis.xhtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar