PEMBAHASAN
Kata Wadi’ah berasal dari wada asy syai-a yaitu
meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar
dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup
menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Menurut
bahasa wadiah artinya yaitu : meniggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakan
sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga.
Menurut
istilah wadiah artinya yaitu : memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk
menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan
isyarat yang semakna dengan itu
Ada
2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:
1)
Ulama mahzab hanafi mendefinisikan
تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دلالة
“mengikut
sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas maupun yang isyarat.”
2)
Ulama mahzab hambali, syafi’I dan maliki (
jumhur ulama ) mendifinisikan wadiah sebagai berikut:
توكيل في حفظ
مملوك على وجه مخصوص
“mewakilkan
orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Sedangkan
tokoh-tokoh ekonomi perbangkan berpendapat bahwa wadiah adalah akad penitipan
barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.
Wadi’ah diterapkan mempuyai landasan hukum yang
kuat yaitu
a.
dalam Al-Qurannul karim surat An-Nisa ayat 58 :
“sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.”
b.
surat Al-Baqarah ayat 283:
“Jika
kamu dalam perjalaan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya)
dan
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa" [al-Maa`idah/5 : 2]
وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" [al-Baqarah/2 : 195].
1.
Dari
Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat
kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
2.
dari
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman
bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.r
thabrani)
3.
Sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَنْ نفََّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُربةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقَيَامَةِ، … وَاللهُ فِي عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ )
"Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia yang ada pada seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya dari kesusahan-kesusahan dirinya pada hari Kiamat … dan Allah ada dalam pertolongan seorang hamba, selama hamba tersebut dalam pertolongan saudaranya".
4.
dengan hadis Rasulullah SAW:
“Diriwayatkan dari
Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya
seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar dua tahun), setelah
selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu Rafie untuk
mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada
Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami
temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW
berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM)
Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyerahkannya kepada yang berhak.”
D.
Dalam
dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh ulama Islam
sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi Al
Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
1.
Dr.
Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa Syarh
Kabir Li Ibni Qudhamah dan Mubsuth Li Imam Sarakhsy.
2.
Dr.
Hasan Abdullah Amin dalam al Wada`i al Masharifah an Maqdiyah wa Istitsmariha
fi al Islam hal. 23 – 31
3.
SYAFII
ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta GIP 2001) hal 35.
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000,
menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah
hendaklah ia
bertakwa kepada Allah tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembuyikan
persaksian. Dan barang siapa yang menyembuyikan, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
a.
Rukun Wadiah ada 4 yaitu;
1.
Muwaddi’
( Orang yang menitipkan).
2.
Wadii’
( Orang yang dititipi barang).
3.
Wadi’ah
( Barang yang dititipkan).
4.
Shighot
( Ijab dan qobul).
Syarat Rukun Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya secara nyata. Sifat akad wadiah Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan. Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.
Karena wadiah termasuk
akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad
ini kapan saja, karena dalam wadiah terdapat unsure permintaan tolong maka
memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’i. Kalau ia tidak mau maka
tidak ada keharusan untuk menjaga titipan
Namun kalau
wadi’I mengharuskan pembayaran semacam biaya administrasi maka akad wadi’ah ini
berubah menjadi akad sewa “ijaroh” dan mengandung unsure kelaziman. Artinya
wadi’I harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan.
Pada saat itu wadi’I tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak kerena
sudah dibayar.
Barang
yang bisa di wadi’ahkan adalah seperti:
1. Harta benda
2. Uang
3. Dokumen penting
(saham, obligasi surat perjanjian dll)
4. Barang berharga
lainnya (surat tanah, surat wasiat dll)
Adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan (Wadi’i) dengan atau
tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat memanfaatkannya dan
bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan
tersebut.[1]
“diriwayatkan
dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk
meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar 2
tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie
untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali
kepada Rasulullah SAW seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak
kami temukan, yang ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah
SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
Dan satu lagi
orang yang menjaga barang titipan (Muwaddi) boleh-boleh saja bukan harus untuk
memberikan bonus diperuntukan kepada penitip (Wadi’i
Contoh
Ust Irwan : adri, ni ane nitip motor dulu yaa,
bapak mau ngajar sebenta
Adri : owh. Ywdah pak, taro aja
disitu
Ust Irwan : ntar kalau mau dipeke, pake ja.
Adri : ya, makasih pak
(lalu motor itu
dipakai adri untuk keperluaannya dan saat pengembilan barang)
Ust Irwan adri,
kunci motornya mana?
Adri : niih pak, tadi bensin udah ane isiin
penuh, tapi Cuma kepakai sedikit,
sisanya buwat bapak aja. Bonus
Ust Irwan : oh gitu, makasih yaa dri.
Adalah
akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan
oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si
penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i),
namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak merasa
keberatan dan menganggapnya sedekah.
Ada
dalil yang menegaskan bahwa wadi’ah adalah akad tanpan jaminan, yaitu adalah :
a. Amr Bin Syuaib
meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi SAW bersabda : “penerima
titipan itu tidak menjamin”
b. Karena Allah
menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat
c. Penerima
titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa imbalan (tabarru)
Contoh:
Kadang
kita mungkin tidak sadar bahwa waktu memarkir mobil atau motor sebenarnya kita
sedang menitipakan barang milik kita yaitu mobil atau motor kita. Dan tentunya
kita tidak mengizinkan tukang parkirna untuk menggunakan mobil atau motor kita
tersebut, jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif kepada tukang
parkir tersebut.
Menurut Budi
Cahyadi dalam modul pelatihan perbankan syariah fakultas ekonomi Unpad,
menjelaskan tentang giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank
syariah (perorangan atau badan hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing)
dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan
menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan”
Dari pengertian
diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad dhamanah,
yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang memberikan hak
kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang titipannya.
Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi)
disertai hak untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian dari
penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan
imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan untuk
memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan
dimuka.
Karakteristik
giro wadi’ah menurut Budi cahyadi adalah:
a. Dana giro
wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
b. Keuntungan dan
kerugian dari penyaluran dana wadi’ah menjadi hak yang harus ditanggung oleh
bank.
c. Pemilik dana
wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu, sebagian atau seluruhnya
d. Penarikan
menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan pemindah bukuan.
e. Bank dapat
memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di muka
Pengertian
tabungan wadi’ah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya penghimpunan dana dan
distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah “titipan pihak ketiga kepada
bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindah bukuan”
Dari pengertian
di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya tabungan juga
merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah untuk konsumsi yang
dapat ditarik setiap saat. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan mengenai tabungan wadiah yaitu:
a. Bersifat
sementara
b. Simpanan bias
diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
c. Tidak ada
imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela
dari pihak bank
BAB III
KESIMPULAN
1.
Yang dimaksud wadiah secara istilah
dapat dikatakan akad dalam hal penitipan barang.
2.
Rukun wadiah yaitu, orang yang
berakad, barang titipan, sighat ijab dan kobul, sedangkan syarat wadiah
diantaranya yaitu: baligh, berakal, kemauan diri sendiri
3.
Ada dua macam wadiah yaitu wadiah
yad-Amanah dan Wadiah yad-Damanah
4.
Hukum menerima benda titipan dapat
berubah menjadi lima hukum yakni, wajib, sunah, makruh, haram, dan mubah
5.
Wadiah yad-Amanah dapat berubah
menjadi wadiah yad-Dhamanah dengan sebab diantaranya yaitu Orang yang menerima
titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang dikemukakan oleh penitip barang
itu, seperti tempat penyimpanan dan syarat-syarat lainnya.
6.
Produk perbankan syariah yang
berprinsip pada wadi’ah ada dua yaitu : tabungan wadi’ah dan giro wadi’ah
Daftar pustaka
http://quran.com/2
http://quran.com/22:283Sahih International
http://istiqommah.blogspot.com/2012/04/wadiah-titipan.html
Harrah's Casino and Hotel - Jordan 10 Retro Outlet
BalasHapusHarrah's Casino and replica air jordan 18 retro varsity red Hotel, what is the best air jordan 18 retro racer blue owned by Vici Properties, Inc., is show to get air jordan 18 retro red an indian casino and hotel located in West where to get air jordan 18 retro varsity red Virginia. It is located in West Virginia air jordan 18 retro varsity red free shipping and is