Selasa, 14 Oktober 2014

makalah wadiah



PEMBAHASAN


Kata Wadi’ah berasal dari wada asy syai-a yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

Menurut bahasa wadiah artinya yaitu : meniggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga.
Menurut istilah wadiah artinya yaitu : memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu

Ada 2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:

1)      Ulama mahzab hanafi mendefinisikan
تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دلالة
“mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang          jelas maupun yang isyarat.”
2)      Ulama mahzab hambali, syafi’I dan maliki ( jumhur ulama ) mendifinisikan wadiah sebagai berikut:
توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص
“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Sedangkan tokoh-tokoh ekonomi perbangkan berpendapat bahwa wadiah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.





Wadi’ah diterapkan mempuyai landasan hukum yang kuat yaitu
a.       dalam Al-Qurannul karim surat An-Nisa ayat 58 :


sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.”








b.      surat Al-Baqarah ayat 283:


“Jika kamu dalam perjalaan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan


وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa" [al-Maa`idah/5 : 2]


وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ


"dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" [al-Baqarah/2 : 195].





1.      Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).

2.      dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.r thabrani)


3.      Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :


مَنْ نفََّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُربةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقَيَامَةِ، … وَاللهُ فِي عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ )


"Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia yang ada pada seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya dari kesusahan-kesusahan dirinya pada hari Kiamat … dan Allah ada dalam pertolongan seorang hamba, selama hamba tersebut dalam pertolongan saudaranya".

4.      dengan hadis Rasulullah SAW:

“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM)


Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyerahkannya kepada yang berhak.”

D.    Dalam dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi Al Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
1.      Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa Syarh Kabir Li Ibni Qudhamah dan Mubsuth Li Imam Sarakhsy.
2.      Dr. Hasan Abdullah Amin dalam al Wada`i al Masharifah an Maqdiyah wa Istitsmariha fi al Islam hal. 23 – 31
3.      SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta GIP 2001) hal 35.

Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah


hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembuyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembuyikan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

a.      Rukun Wadiah ada 4 yaitu;
1.      Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).
2.      Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).
3.      Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).
4.      Shighot ( Ijab dan qobul).

Syarat Rukun Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya secara nyata. Sifat akad wadiah Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan. Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.



Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja, karena dalam wadiah terdapat unsure permintaan tolong maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’i. Kalau ia tidak mau maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan
Namun kalau wadi’I mengharuskan pembayaran semacam biaya administrasi maka akad wadi’ah ini berubah menjadi akad sewa “ijaroh” dan mengandung unsure kelaziman. Artinya wadi’I harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadi’I tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak kerena sudah dibayar.

Barang yang bisa di wadi’ahkan adalah seperti:
1.      Harta benda
2.      Uang
3.      Dokumen penting (saham, obligasi surat perjanjian dll)
4.      Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll)


Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan (Wadi’i) dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.[1]
“diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar 2 tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
Dan satu lagi orang yang menjaga barang titipan (Muwaddi) boleh-boleh saja bukan harus untuk memberikan bonus diperuntukan kepada penitip (Wadi’i





Contoh
Ust Irwan        : adri, ni ane nitip motor dulu yaa, bapak mau ngajar sebenta
Adri                 : owh. Ywdah pak, taro aja disitu
Ust Irwan        : ntar kalau mau dipeke, pake ja.
Adri                 : ya, makasih pak
(lalu motor itu dipakai adri untuk keperluaannya dan saat pengembilan barang)
Ust Irwan adri, kunci motornya mana?
Adri     : niih pak, tadi bensin udah ane isiin penuh, tapi Cuma kepakai    sedikit, sisanya buwat bapak aja. Bonus
Ust Irwan        : oh gitu, makasih yaa dri.
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i), namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak merasa keberatan dan menganggapnya sedekah.
Ada dalil yang menegaskan bahwa wadi’ah adalah akad tanpan jaminan, yaitu adalah :
a.       Amr Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi SAW bersabda : “penerima titipan itu tidak menjamin
b.      Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat
c.       Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa imbalan (tabarru)
Contoh:
Kadang kita mungkin tidak sadar bahwa waktu memarkir mobil atau motor sebenarnya kita sedang menitipakan barang milik kita yaitu mobil atau motor kita. Dan tentunya kita tidak mengizinkan tukang parkirna untuk menggunakan mobil atau motor kita tersebut, jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif kepada tukang parkir tersebut.


Menurut Budi Cahyadi dalam modul pelatihan perbankan syariah fakultas ekonomi Unpad, menjelaskan tentang giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank syariah (perorangan atau badan hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing) dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan”
Dari pengertian diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang titipannya. Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi) disertai hak untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan untuk memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan dimuka.

Karakteristik giro wadi’ah menurut Budi cahyadi adalah:
a.       Dana giro wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial
b.      Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana wadi’ah menjadi hak yang harus ditanggung oleh bank.
c.       Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu, sebagian atau seluruhnya
d.      Penarikan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan pemindah bukuan.
e.       Bank dapat memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di muka



Pengertian tabungan wadi’ah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah “titipan pihak ketiga kepada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan”
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya tabungan juga merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah untuk konsumsi yang dapat ditarik setiap saat. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan mengenai tabungan wadiah yaitu:
a.       Bersifat sementara
b.      Simpanan bias diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
c.       Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank













BAB III
KESIMPULAN


1.      Yang dimaksud wadiah secara istilah dapat dikatakan akad dalam hal penitipan barang.
2.      Rukun wadiah yaitu, orang yang berakad, barang titipan, sighat ijab dan kobul, sedangkan syarat wadiah diantaranya yaitu: baligh, berakal, kemauan diri sendiri
3.      Ada dua macam wadiah yaitu wadiah yad-Amanah dan Wadiah yad-Damanah
4.      Hukum menerima benda titipan dapat berubah menjadi lima hukum yakni, wajib, sunah, makruh, haram, dan  mubah
5.      Wadiah yad-Amanah dapat berubah menjadi wadiah yad-Dhamanah dengan sebab diantaranya yaitu Orang yang menerima titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang dikemukakan oleh penitip barang itu, seperti tempat penyimpanan dan syarat-syarat lainnya.
6.      Produk perbankan syariah yang berprinsip pada wadi’ah ada dua yaitu : tabungan wadi’ah dan giro wadi’ah












Daftar pustaka

http://quran.com/2
http://quran.com/22:283Sahih International
http://istiqommah.blogspot.com/2012/04/wadiah-titipan.html

1 komentar:

  1. Harrah's Casino and Hotel - Jordan 10 Retro Outlet
    Harrah's Casino and replica air jordan 18 retro varsity red Hotel, what is the best air jordan 18 retro racer blue owned by Vici Properties, Inc., is show to get air jordan 18 retro red an indian casino and hotel located in West where to get air jordan 18 retro varsity red Virginia. It is located in West Virginia air jordan 18 retro varsity red free shipping and is

    BalasHapus